Legenda Atu Belah menurut cerita yang berkembang di
masyarakat, Terjadi di sebuah desa Penarun Dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah,
hidup satu keluarga miskin. Keluarga itu mempunyai dua orang anak, yang tua
berusia tujuh tahun dan yang kecil masih kecil. Ayah kedua anak itu hidup
sebagai petani, pada waktu senggangnya ia selalu berburu rusa di hutan.
Pada jaman dahulu di tanah Gayo, Aceh – hiduplah sebuah
keluarga petani yang sangat miskin. Ladang yang mereka punyai pun hanya sepetak
kecil saja sehingga hasil ladang mereka tidak mampu untuk menyambung hidup
selama semusim, sedangkan ternak mereka pun hanya dua ekor kambing yang kurus
dan sakit-sakitan. Oleh karena itu, untuk menyambung hidup keluarganya, petani itu
menjala ikan di sungai Krueng Peusangan atau memasang jerat burung di hutan.
Apabila ada burung yang berhasil terjerat dalam perangkapnya, ia akan membawa
burung itu untuk dijual ke kota.
Suatu ketika, terjadilah musim kemarau yang amat dahsyat.
Sungai-sungai banyak yang menjadi kering, sedangkan tanam-tanaman meranggas
gersang. Begitu pula tanaman yang ada di ladang petani itu. Akibatnya, ladang
itu tidak memberikan hasil sedikit pun. Petani ini mempunyai dua orang anak.
Yang sulung berumur delapan tahun bernama Sulung, sedangkan adiknya Bungsu baru
berumur satu tahun. Ibu mereka kadang-kadang membantu mencari nafkah dengan
membuat periuk dari tanah liat. Sebagai seorang anak, si Sulung ini bukan main
nakalnya.
Ia selalu merengek minta uang, padahal ia tahu orang tuanya tidak pernah mempunyai uang lebih. Apabila ia disuruh untuk menjaga adiknya, ia akan sibuk bermain sendiri tanpa peduli apa yang dikerjakan adiknya. Akibatnya, adiknya pernah nyaris tenggelam di sebuah sungai.
Ia selalu merengek minta uang, padahal ia tahu orang tuanya tidak pernah mempunyai uang lebih. Apabila ia disuruh untuk menjaga adiknya, ia akan sibuk bermain sendiri tanpa peduli apa yang dikerjakan adiknya. Akibatnya, adiknya pernah nyaris tenggelam di sebuah sungai.
Pada suatu hari, si Sulung diminta ayahnya untuk pergi
mengembalakan kambing ke padang rumput. Agar kambing itu makan banyak dan
terlihat gemuk sehingga orang mau membelinya agak mahal. Besok, ayahnya akan
menjualnya ke pasar karena mereka sudah tidak memiliki uang. Akan tetapi, Sulung
malas menggembalakan kambingnya ke padang rumput yang jauh letaknya.
“Untuk apa aku pergi jauh-jauh, lebih baik disini saja
sehingga aku bisa tidur di bawah pohon ini,” kata si Sulung. Ia lalu tidur di
bawah pohon. Ketika si Sulung bangun, hari telah menjelang sore. Tetapi kambing
yang digembalakannya sudah tidak ada. Saat ayahnya menanyakan kambing itu
kepadanya, dia mendustai ayahnya. Dia berkata bahwa kambing itu hanyut di
sungai. Petani itu memarahi si Sulung dan bersedih, bagaimana dia membeli beras
besok.
Akhirnya, Petani itu memutuskan untuk berangkat ke hutan
untuk berburu rusa, di rumah tinggal istri dan kedua anaknya, pada waktu makan,
anak yang sulung merajuk, karena di meja tidak ada daging sebagai teman
nasinya. Karena di rumah memang tidak ada persediaan lagi, maka kejadian ini
membuat ibunya bingung memikirkan bagaimana dapat memenuhi keinginan anaknya
yang sangat dimanjakannya itu.
Akhirnya si ibu menyuruh anaknya tersebut untuk mengambil
belalang yang berada di dalam lumbung. (padahal sebelumnya siayah memesan
kepada sang ibu jangan di buka lumbung yang berisikan belalang itu), Ketika si
anak membuka tutup lumbung, rupanya ia kurang berhati-hati, sehingga
menyebabkan semua belalang itu habis berterbangan ke luar.
Sementara itu ayahnya pulang dari berburu, ia kelihatannya
sedang kesal, karena tidak berhasil memperoleh seekor rusa pun. Kemudia ia
sangat marah ketika mengetahui semua belalang yang telah di kumpulkan dengan
susah payah telah lenyap hanya dalam tempo sekejap.
Kemudian, dalam keadaan lupa diri si ayah menghajar
isterinya hingga babak belur dan menyeretnya keluar rumah. Dan kemudian tega
memotong sebelah (maaf) payudara istrinya, dan memanggangnya, untuk dijadikan
teman nasinya. Kemudian wanita malang yang berlumuran darah dan dalam kesakitan
itu segera meninggalkan rumahnya.
Dalam keadaan keputusasaan si wanita tersebut pergi ke
hutan, di dalam hutan tersebut si ibu menemukan sebongkah batu, dengan
keputusasaan si ibu meminta kepada batu untuk dapat menelannya, agar
penderitaan yang di rasakanya berakhir.
Selepas itu si ibu bersyair dengan kata-kata, “Atu belah,
atu bertangkup nge sawah pejaying te masa dahulu,” kalau diartikan dalam bahasa
indonesia “Batu Belah, batu bertangkup, sudah tiba janji kita masa yang lalu.
“Kata-kata” itu dinyanyikan berkali-kali secara lirih sekali oleh ibu yang
malang itu.
Sesaat kemudian, Tiba-tiba suasana berubah, cuaca yang
sebelumya cerah mejadi gelap disertai dengan petir dan angin besar, dan pada
saat itu pula batu bersebut terbelah menjadi dua dengan perlahan-lahan tanpa
ragu lagi si ibu melangkahkan kakinya masuk ke tengah belahan batu tersebut.
Setelah itu batu yang terbelah menjadi dua tersebut kembali menyatu.
Si ayah dan kedua anaknya tersebut mencari si ibu, tetapi
tidak menemukannya, mereka hanya menemukan beberapa helai rambut diatas sebuah
batu besar, rambut tersebut adalah milik si ibu yang tertinggal ketika masuk
kedalam atu belah.
Ia menangis keras dan memanggil ibunya sampai berjanji tidak
akan nakal lagi, namun penyesalan itu datangnya sudah terlambat. Ibunya telah
menghilang ditelan Batu Belah.
Cerita Rakyat ini adalah cerita rakyat yang banyak di kenal
anak-anak di masyarakat gayo. Mereka menggolongkannya sebagai legenda, Karena
oleh penduduk gayo kejadian ini benar-benar terjadi di daerah mereka. Untuk
membuktikannya mereka dapat menunjukkan kepada kita sebuah betu besar yang
terletak kira-kira 35 km dari kota Takengon di Gayo.
Sumber :
acehpedia.org
kaloada.blogspot.com
kaloada.blogspot.com
0 comments:
Post a Comment